1. Manusia
Secara bahasa, manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”
(Latin), yang berarti berfikir, berakal budi atau makhluk yang berakal
budi (mampu menguasai makhluk lain). Sedangkan secara umum pengertian
kebudayaan merupakan jalan atau arah didalam bertindak dan berfikir
untuk memenuhi kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani.
Manusia dan kebudayaan pada hakekatnya memiliki hubungan yang sangat
erat, dan hampir semua tindakan dari seorang manusia itu adalah
merupakan kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap
kebudayaan yaitu sebagai:
- Penganut kebudayaan,
- Pembawa kebudayaan,
- Manipulator kebudayaan, dan
- Pencipta kebudayaan.
Disamping itu, kebudayaan manusia itu menciptakan suatu keindahan
yang biasa kita sebut dengan suatu seni. Keindahan atau seni dibutuhkan
oleh setiap manusia agar kehidupan yang dijalaninya menjadi lebih indah.
Manusia dan keindahan atau seni memang tidak bisa dipisahkan sehingga
diperlukan pelestarian bentuk keindahan yang dituangkan dalam berbagai
bentuk kesenian (seni rupa, seni suara maupun seni pertunjukan) yang
nantinya menjadi bagian dari kebudayaannya yang dapat dibanggakan.
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa
disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit
perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya.
Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena
perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan,
pandangan politik dan gender.
2. Kebudayaan
Pengertian kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dimana
yang dimiliki oleh bersama oleh suatu kelompok yang diwariskan dalam
suatu kelompok hidup masyarakat budaya besifat kompleks,abstrak, dan
luas. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat budaya sudah
turun temurn dari generasi pertama sampai generasi sekarang yang
didalamnya terkandung pengetahuan dalam bahasa inggris kebudayaan
disebut dengan culture bias diartikan juga sebagai mengolah tanh atau
berani
Bahasa, sebagaimanajuga budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari
diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan
secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Beberapa alasan mengapa orang
mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain
terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung
pandangan atas keistimewaannya sendiri. Citra yang memaksa itu mengambil
bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti individualisme
kasar di Amerika, keselarasan individu dengan alam di Jepang dan
kepatuhan kolektif di Cina.
3. Manusia Sebagai Pencipta Dan Pengguna Kebudayaan
Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara
manusia dengan segala isi yang ada di bumi ini. Manusia diciptakan oleh
Tuhan dengan dibekali oleh akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya di
muka bumi ini dan secara hakikatnya menjadi khalifah di muka bumi ini.
Disamping itu manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi,
perasaan, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku.
Dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh manusia maka manusia bisa
menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan
kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri
adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena
manusia yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan
yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia
sebagai pendudukungnya.
Kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Hasil
karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam
melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya. Sehingga kebudayaan
memiliki peran sebagai:
- Suatu hubungan pedoman antarmanusia atau kelompoknya
- Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain.
- Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
- Pembeda manusia dan binatang
- Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berprilaku didalam pergaulan.
- Pengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak,
berbuat dan menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
- Sebagai modal dasar pembangunan.
4. Kaitan Manusia dan Kebudayaan
Hubungan Manusia dan Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat berkaitan
satu sama lain. Manusia di alam dunia inimemegang peranan yang unik, dan
dapat dipandang dari berbagai segi. Dalam ilmu sosial manusia merupakan
makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan
setiap kegiatan sering disebut homo economicus (ilmu ekonomi). Manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri (sosialofi),
Makhluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik), makhluk yan g
berbudaya dan lain sebagainya.
Contoh Hubungan Manusia dan Kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah :
manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang
dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya ?
Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal,
maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu
kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu
tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya.
Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana
yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan –
peraturan kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh
manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams
patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan,
karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa
yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari
kemauan manusia yang membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa
masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau
tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu
mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi
sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal
muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya
hams menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat
dilakukan dengan lebih cermat.
Pengertian Dialektis
Dialektika disini berasal dari dialog komunikasi sehari-hari. Ada
pendapat dilontarkan ke hadapan publik. Kemudian muncul tentangan
terhadap pendapat tersebut. Kedua posisi yang saling bertentangan ini
didamaikan dengan sebuah pendapat yang lebih lengkap. Dari fenomen
dialog ini dapat dilihat tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis.
Tesis disini dimaksudkan sebagai pendapat awal tersebut. Antitesis
yakni lawan atau oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan pendamaian
dari keduanya baik tesis dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi
peniadaan dan pembatalan baik itu tesis dan antitesis. Keduanya menjadi
tidak berlaku lagi. Dapat dikatakan pula, kedua hal tersebut disimpan
dan diangkat ke taraf yang lebih tinggi. Tentunya kebenaran baik dalam
tesis dan antitesis masih dipertahankan. Dalam kacamata Hegel, proses
ini disebut sebagai aufgehoben.
Bentuk triadik dari dialektika Hegel yakni tesis-antitesis-sintesis
berangkat dari pemikir-pemikir sebelum Hegel. Antinomi Kantian akan
numena dan fenomena menimbulkan oposisi yang tidak terselesaikan[1].
Kemudian Fichte dengan metode ”Teori Pengetahuan”-nya tetap memunculkan
pertentangan walaupun sudah melampaui sedikit apa yang dijabarkan oleh
Kant.
Dialektika sendiri sudah dikenal dalam pemikiran Fichte. Bagi Fichte,
seluruh isi dunia adalah sama dengan isi kesadaran. Seluruh dunia itu
diturunkan dari suatu asas yang tertinggi dengan cara sebagai berikut:
”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis), yang mengakibatkan adanya ”non-Aku”
yang menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah antitesis. Kemudian sintesisnya
adalah keduanya tidak lagi saling mengucilkan, artinya: kebenaran
keduanya itu dibatasi, atau berlakunya keduanya itu dibatasi. ”Aku”
menempatkan ”non-Aku yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan ”Aku yang
dapat dibagi-bagi”.
Dalam sistem filsafatnya, Hegel menyempurnakan Fichte. Hegel
memperdalam pengertian sintesis. Di dalam sintesis baik tesis maupun
antitesis bukan dibatasi (seperti pandangan Fichte), melainkan
aufgehoben. Kata Jerman ini mengandung tiga arti, yaitu: a)
mengesampingkan, b) merawat, menyimpan, jadi tidak ditiadakan, melainkan
dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan dipelihara, c)
ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi, dimana keduanya (tesis dan
antitesis) tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang saling mengucilkan.
Tesis mengandung di dalam dirinya unsur positif dan negatif. Hanya saja
di dalam tesis unsur positif ini lebih besar. Sebaliknya, antitesis
memiliki unsur negatif yang lebih besar. Dalam sintesislah kedua unsur
yang dimiliki tesis dan antitesis disatukan menjadi sebuah kesatuan yang
lebih tinggi.
Dialektika juga dimaksudkan sebagai cara berpikir untuk memperoleh
penyatuan (sintesis) dari dua hal yang saling bertentangan (tesis versus
antitesis). Dengan term aufgehoben, konsep ”ada” (tesis) dan konsep
”tidak ada” (antitesis) mendapatkan bentuk penyatuannya dalam konsep
”menjadi” (sintesis)[2]. Di dalam konsep ”menjadi”, terdapat konsep
”ada” dan ”tidak ada” sehingga konsep ”ada” atau ”tidak ada” dinyatakan
batal atau ditiadakan.
Dialektika menjadi sebuah perkembangan Yang Absolut untuk bertemu
dengan dirinya sendiri. Ide yang Absolut merupakan hasil perkembangan.
Konsep-konsep dan ide-ide bukanlah bayangan yang kaku melainkan
mengalir. Metode dialektika menjadi sebuah gerak untuk menciptakan
kebaruan dan perlawanan. Dengan tiga tahap yakni tesis, antitesis dan
sintesis setiap ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah menjadi lawannya
(antitesis). Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat yang lebih
tinggi dan menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian
menjadi tesis yang menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses
gerak yang dinamis ini sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas
dari gejala-gejala. Itulah Yang Absolut yang disebut Roh dalam filsafat
Hegel.
Bagi Hegel, unsur pertentangan (antitesis) tidak muncul setelah kita
merefleksikannya tetapi pertentangan tersebut sudah ada dalam perkara
itu sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis di dalamnya. Antitesis
terdapat di dalam tesis itu sendiri karena keduanya merupakan ide yang
berhubungan dengan hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat dan
ditiadakan (aufgehoben) dalam sintesis.
Kenyataan menjadi dua unsur bertentangan namun muncul serentak. Hal
ini tidak dapat diterima oleh Verstandyang bekerja berdasakan
skema-skema yang ada dalam menangani hal-hal yang khusus. Vernunft-lah
yang dapat memahami hal ini. Vernunft melihat realitas dalam
totalitasnya dan sanggup membuat sintesis dari hal-hal yang
bertentangan. Identifikasi sebagai realitas total menjadi cara kerja
Vernunft yang mengikuti prinsip dialektika.
Secara umum dapat kita lihat bahwa dialektika Hegel memiliki tiga
aspek yang perlu diperhatikan[3]. Pertama, sistem dialektika ini
berbentuk tripleks atau triadik. Kedua, dialektika ini bersifat
ontologis sebagai sebuah konsep. Aplikasinya adalah terhadap benda dan
benduk dari ada dan tidak sebatas pada konsep. Ketiga, dialektika Hegel
memiliki tujuan akhir (telos) di dalam konsep abstrak yang disebut Hegel
sebagai Idea atau Idea Absolut dan konkretnya pada Roh Absolut atau Roh
(Spirit, Geist).
Terdapat tiga elemen esensial akan dialektika Hegel[4]. Pertama,
berpikir itu memikirkan dalam dirinya untuk dan oleh dirinya sendiri.
Kedua, dialektika merupakan hasil berpikir terus menerus akan
kontradiksi. Ketiga, kesatuan kepastian akan kontradiksi tersublimasi di
dalam kesatuan. Itulah kodrat akan dirinya dialektika itu sendiri.
3 tahap proses dialektis
Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
- Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya
dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi
kenyataan buatan manusia
- Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas
obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan
berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala
pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku manusia.
- Intemalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh
manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakamya
sendiri agar dia dapat hidup dengan .baik, sehingga manusia menjadi
kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
Referensi:
http://aliseptiansyah.wordpress.com
http://gabriellaaningtyas.wordpress.com
http://hadinugroho6939.wordpress.com